Gumpalan putih yang bergerak pelan, mengikuti semilir
angin yang berhembus, mengapung di Langit.
Awan berkawan baik dengan Langit, dia salah satu
pengagum kerendahan hati Langit.
Diam-diam tanpa sepengetahuan awan, Langit pun juga
mengagumi awan.
Mengapa tidak, awan dekat dengan penghuni bumi walau
tidak sedekat laut dan hujan.
Pun aku, aku juga merupakan pengagum awan. Dia
lembut, tulus dan terus bergerak. Dia tidak diam, dia mudah beradaptasi. Tak
heran jika penghuni bumi berangan untuk membuat negeri di atas awan. Negeri
yang ditopang oleh kelembutan hati sang awan.
Awan yang besinergi dengan laut, tanah dan hujan.
Pertanda dia mudah berkawan dan mudah bekerjasama. Dia tak pernah iri kepada
hujan yang selalu dinanti penghuni bumi. Padahal tanpa keberadaan awan, hujan
tak akan pernah datang menyapa penghuni bumi. Namun, awan tetap ikhlas dalam
menjalankan perannya, dia melakukan hal terbaik yang bisa mendatangkan
kebahagian kepada penghuni bumi. Bersama bulir bulir hujan yang turun, awan
turut berbahagia sebahagia penghuni bumi. Keikhlasan awan membuatku semakin
mengaguminya.
Awan, si baik hati yang berhati lembut.
Teman Langit yang sangat dikagumi hujan.
Bolehkah aku menitip sebuah pesan?
Pesan yang ingin aku sampaikan bersama bulir-bulir
hujan yang kau turunkan?
Bukan pesan rindu yang hanya akan menyesakkan dada,
Namun pesan berupa “untaian kata terimakasih”
Untukmu
Untuk hujan, Laut, Langit dan untuk mereka yang
berhati baik.
Mereka yang selalu berusaha berbuat baik.
Mereka yang berkorban dalam diam.
Mereka yang menolong tanpa pamrih.
Mereka yang diam-diam mendoakan saudaranya.
Mereka yang terus berjuang dengan semua kondisinya.
Terimakasih.
Itu saja.
Perjalanan Udara
Padang Jakarta,
26 Desember 2018.
No comments:
Post a Comment